Edi Anwar Asfar, Sekjen DPP SPRI Jakarta |
Jakarta, prodeteksi.com--- Kontrak kerjasama antara
pemerintah daerah dengan perusahaan pers yang belum terverifikasi Dewan Pers,
hingga saat ini belum jadi temuan pelanggaran dalam pemeriksaan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI).
Artinya, bahwa selagi media diterbitkan perusahaan pers yang mempunyai legalitas hukum dan perizinan yang dibutuhkan, mempunyai hak yang sama untuk melakukan kontrak kerjasama dengan lembaga pemerintah.
Artinya, bahwa selagi media diterbitkan perusahaan pers yang mempunyai legalitas hukum dan perizinan yang dibutuhkan, mempunyai hak yang sama untuk melakukan kontrak kerjasama dengan lembaga pemerintah.
Bahkan BPK RI tidak pernah menyatakan dan memberikan
pendapat kepada Dewan Pers terkait kontrak kerjasama pemerintah daerah dengan
perusahaan pers yang belum terverifikasi Dewan Pers, dapat atau akan jadi
temuan pemeriksaan BPK.
Hal itu disampaikan secara tertulis oleh BPK RI yang
ditujukan pada Ketua DPP SPRI (Serikat Pers Republik Indonesia). Hal ini
menjawab surat SPRI sebelumnya yang minta klarifikasi dari BPK RI, terkait kontrak
kerjasama media yang belum terverifikasi dengan pemerintah daerah.
Ketua Umum DPP SPRI, Heince Mandagie yang dihubungi
prodeteksi.com, Rabu (18/3) membenarkan keluarnya surat klarifikasi dari BPK
tersebut. Disampaikannya bahwa sudah dua buah surat klarifikasi yang
disampaikan BPK RI kepada SPRI.
Surat Klarifikasi dari BPK RI Terkait Kerjasama Perusahaan Pers |
Surat pertama diterima SPRI pada tanggal 25 November
2019. Yang isinya pmenyatakan bahwa terkait kontrak kerja sama pemerintah
daerah dengan perusahaan pers yang belum terverifikasi Dewan Pers, masih dalam
telaah BPK dan apabila telah terdapat hasil telaah maka pihak BPK akan
menyamnpaikan lagi pada SPRI.
“Benar bahwa kita telah terima surat BPK yang terbaru
yang ditujukan pada DPP SPRI. Berarti sudah dua surat klarifikasi yang diterima
SPRI, yang terakhir ini adalah tanggal 10 Maret 2020, silakan dibaca, “kata
Heince.
Isi surat BPK yang terakhir diterima SPRI itu,
intinya adalah menyatakan bahwa BPK tidak pernah menyampaikan pernyataan dan
memberikan pendapat kepada Dewan Pers bahwa kontrak kerjasama pemerintah daerah
dengan perusahaan pers yang belum terverifikasi dapat atau akan menjadi temuan
pemeriksaan BPK. Maka BPK menyarankan untuk dipertanyakan langsung pada Dewan
Pers.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP
SPRI, Edi Anwar, Rabu (18/3) mengatakan, agar Dewan Pers dan organisasi/konstiuen
yang tergabung di dalamnya, tidak mengeluarkan statemen dan anjuran yang
berpotensi menakut- nakuti Pemerintahan Daerah di negeri ini. Sebab menurutnya,
tugas Dewan Pers bukanlah mengurus soal-soal Sertifikasi Media ataupun wartawan.
Ditambahkannya, Dewan Pers juga tidak mungkin
mengurus dan mengatur keuangan penerintah. Karena itu bukan lembaga pemerintah
ataupun.lembaga negara. Ia pun minta agar Dewan Pers tidak mengumbar ucapan
seperti menyebut Media Abal-abal, wartawan Abal-abal, Karena negeri ini punya
undang- undang.
“Jika perusahaan pers yang telah diakui dan
diberikan SK oleh Kemenkum- Ham, lalu misalnya ada yang menyebut abal-abal,
berarti telah memposisikan seakan Kemenkum-Ham sebagai lembaga yang abal- abal juga, “ujarnya.
Lebih lanjut dijelaskannya, merujuk ke UU.No 40 th
1999 tentang Pers, Dewan Pers sebagai Lembaga Ad- Hoq. Adalah pasilitator bagi
Organisasi-organisasi Wartawan, organisasi Perusahaan Pers dan tokoh pers/
tokoh masyarakat dalam proses peyusunan peraturan/ regulasi tentang Pers.
Oleh karena itu, Edi Anwar mempertanyakan terkait regulasi
seperti harus sertifikasi media dan harus lulus UKW. Sebab, negara telah
mengaturnya, melalui UU.no 13 Tahun 2003 . Bahwa wartawan sebagai tenaga kerja
perusahaan pers, sertifikasinya menurut Edi Anwar haruslah atas Lisensi dari
BNSP ( Badan Badan Nasional Sertifikasi Profesi).****irz
Previous
« Prev Post
« Prev Post
Next
Next Post »
Next Post »